Review Insidious The Last Key


Pada tahun 2011, satu film horor yang bisa menjadi trendsetter baru dii dunia perfilman horor launching. Tidak hanya kembalikan jenis horor classic, film ini pula mendudukkan sang sutradara, James Wan, jadi salah satunya nama yang cukuplah diakui di jenis itu. Kedatangan film Insidious- yang dilanjutkan dengan The Conjuring- membuat peta perfilman horor makin berubah. Dari yang semula booming dengan film Slasher, found footage, atau phsycological thriller, sekarang pendekatan yang dipakai ialah pendekatan film horor classic. Dimana lebih mengutamakan pada letak camera, lighting, dan musik yang depressing.

Serta seperti dalam film- film horor jenius yang lain, Insidious juga memperoleh jilid- jilid penerus, yang sayangnya semakin hari semakin alami penurunan mutunya. Perihal ini disebabkan dengan narasi yang condong dipaksakan. Bukannya untuk spoiler, serta saya pikir yang baca ulasan ini telah tonton film pertamanya. Di film pertama narasi terlalu fokus pada keluarga Lambert dengan ciri-ciri Elise Rainier menjadi peranan pembantu yang menolong keluarga malang itu untuk melepas masalah gaib dari roh jahat. Serta diakhir kisahpun, Elise dikisahkan mati. Mungkin ini adalah salah satunya kekeliruan. Mungkin saja awalannya akan tidak terpikirkan jika film ini bisa menjadi satu kuda hitam yang mempunyai keberhasilan besar. Di film ke-2, naskah masih tetap bagus dengan melanjutkan cerita dimana film pertama selesai. Serta ciri-ciri Elise (yang disebut scene stealer di film pertama tidak hanya setan yang serupa Darth Maul) serta dua asistennya (jika ini kudu muncul, sebab diantaranya dimainkan oleh Leigh Whannell…. mengapa? Sebab ia yang menulis naskah) masih tetap ditampilkan dengan jalur yang tidak dipaksakan.

Nah di film ke-3 baru kondisi memaksakan itu makin rasanya. Mengerti tidak memungkinkannya film diteruskan menjadi satu sekuel, film ketigapun dibuatkan menjadi prekuel. Dengan ciri-ciri Elise mengatasi masalah sebelum masalah keluarga Lambert. Untungnya Whannell masih tetap dapat memakai cara time travel hingga masih tetap ada nyambung- nyambungnya lah dengan film pertama. Di film ke empat ini begitupun. Sebab mesti ada film ke empat, jadi harus film ini jadikan satu prekuel kembali. Dengan skenario, bila jadi satu film sendiri, sebetulnya lumayan baik. Insidious: The Last Key memberi twist berlapis yang pasti akan memuaskan pengagum twist.
NONTON FILM KOREA
Adegan horornya lumayan menegangkan, walau bila dibanding dengan pendahulunya alami penurunan. Whannell di sini cukuplah cermat mengeksplor kekuatan duet ciri-ciri Specs serta Tucker yang dapat jadi aspek komedi yang dapat membuat pemirsa tenang di dalam ketakutan. Mengerti pun jika franchie ini masih tetap punya potensi jadi mesin pembuat uang, tetapi umur Lin Shaye telah sangat tua, Whannell juga di sini mempersiapkan dua ciri-ciri keponakan Elise, yang dilukiskan diantaranya mempunyai “bakat” yang sama juga dengan tantenya. Jadi sekurang-kurangnya ciri-ciri Imogen (Caitlin Gerard) serta Melissa (Spencer Locke) dapat meneruskan tongkat estafet bila nanti ditetapkan untuk dibikin jilid selanjutnya.

Lepas dari skenario yang condong dipaksakan, Insidious: The Last Key dapat jadi tontonan yang lumayan menarik. Ditambah lagi buat yang menginginkan adegan- adegan seram. Serta penonton- pemirsa aneh yang lain, yang bayar ticket film horor tetapi selama film hanya tutup mata

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Situs Judi Online Terbaru

Review - Doctor Strange